14 april 2016
image courtesy by renovasi-ku |
Siapa suruh datang jakarta?
Nyatanya 60an% uang indonesia berputar di jakarta. Maka sejak jaman bedil sundut orang2 dari negara belum bernama indonesia sudah pada datang ke jakarta mencari nafkah.
Puluhan tahun pengelolaan negara yang 'rasis' thd daerah, tdk dipintarkan, dieksploitasi, 'upeti', dll membuat daerah2 terus tidak bisa berkembang dengan baik.
Urbanisasi itu menjadi kepastian dan 'takdir'.
Ada segelintir yang memang sudah kaya bermodal datang ke jakarta dan terus bertambah kaya.
Ada yg miskin ke jakarta lalu menjadi kaya dan makin kaya.
Ada pula memang yang kaya ke jakarta lalu jatuh miskin.
Tapi tentu saja jauh lebih banyak yang miskin ke jakarta dan tetap miskin.
Pernah terdengar kuat salah 1 solusi membersihkan kekumuhan adalah memulangkan orang2 miskin itu ke kampungnya masing2.
Mengapa? Karena tidak berhasil jadi kaya?
Atau belum?
Bagaimana dengan yang berhasil kaya. Apakah sudah merasa cukup berhasil dan punya modal besar lalu selesai tinggalkan jakarta kembali ke kampungnya? Mungkin ada tapi anomali. Kenapa mereka tidak juga disuruh pulang dari jakarta krn dianggap sudah cukup dan gantian orang lain yg mengadu nasib? Bukankah mereka juga dulu bukan org jakarta?
Pangkal masalahnya adalah 60% uang indonesia itu berkumpul di jakarta.
Maka siapa saja berhak mengejarnya karena ketimpangan ekonomi itu mengakibatkan ketimpangan sosial budaya dan kemanusiaan.
Bagaimana bila diatur hanya 10% saja uang indonesia yang berputar di jakarta? Pembangunan rumah2 jauh lbh dibutuhkan banyak daerah yang terus tekor pasokannya daripada kebutuhannya.
Ekonomi maju di berbagai daerah mungkin menarik minat para migran kembali ke kampungnya. Dan seterusnya sehingga jakarta tidak terlalu penuh sumpek.
Kalaupun masih jauh dari upaya itu, pernahkah berpikir bahwa kecerdasan itu bukan hanya kecerdasan mengumpulkan kekayaan?
Pernahkah berpikir bahwa bos2 besar pengembang itu tidak akan jadi super kaya tanpa tukang2?
Bos2 besar itu tdk punya kecerdasan bertukang. Dan tanpa kecerdasan bertukang..tidaklah mungkin mereka sekaya sekarang. Tapi apakah kecerdasan bertukang ini dihargai tinggi? Apakah para tukang yang cerdas ini diberikan saham yang cukup shg mereka pun bisa mengkaya tanpa meninggalkan profesinya?
Sang pencipta menitipkan banyak sekali kecerdasan yang berbeda2 kepada banyak orang tetapi tidak kita hargai cukup. Hanya posisi2 puncak saja yg dihargai cukup. Mestinya tukang juga bangga atas kecerdasan bertukangnya. Tetap terus bertukang krn itulah dirinya yg seharusnya menjadi. Namun terus mengkaya seiring banyak karyanya dihargai baik.
Tidaklah cukup adil bila org2 miskin yang datang ke jakarta belum merasa cukup walau cukup banyak hartanya dikirim ke kampungnya dan berhemat ketat di jakarta, lalu diperlakukan spt maling dan disuruh kembali ke kampung. Sementara org2 sangat kaya berlimpah tdk pernah merasa cukup terus menumpuk kekayaan spt paman gober di tanah jakarta dan tak pernah disuruh kembali ke kampung.
14 april 2016,
yu sing.
pendiri studio arsitektur akanoma yang membagikan 20% penghasilannya untuk semua karyawannya sesuai kecerdasannya masing2 (di luar gaji dan operasional yg juga menyedot porsi sangat besar dari penghasilan).